[UZAR] Isu Demonstrasi Haram: Jangan Main Tenis Tapi Guna Peraturan Badmintan |
Cuba anda bayangkan juga, anda bermain bola sepak di padang,tetapi menggunakan undang-undang ping-pong? Fikirkan juga, anda mahu menghukum demonstrasi yang merupakanantara komponen demokrasi, tapi anda menggunakanasas peraturan sistem syura yang diamalkan dalam memilih pemimpin pada zaman dahulu. Jangan ragu-ragu! Demonstrasi adalah halal! Bukan bid'ah dan bukan haram.. Ikuti video penjelasan Penceramah: Ustaz Zaharuddin Abd Rahman Tanyalah Ustaz (12/6/2011) Tajuk: Amar Makruf Nahi Munkar Kredit: Tukang upload MP3 entah siapa entah.. Dim lights Embed Antara isikandungan:
Demonstrasi Dalam Pandangan Islam |
Banyak umat Islam masih belum memahami hukum aksi (demonstrasi) dalam pandangan Islam. Apakah aksi (demonstrasi) diperbolehkan atau dilarang? Berikut hukum aksi (demonstrasi) dalam pandangan Islam.
Allah SWT., telah menunjuk ummat ini sebagai orang-orang yang akan melindungi DienNya, dan orang-orang yang akan memudahkan kepentingan mereka serta membuat mereka berada pada tingkatan mukhlis dan memahami dienNya. Maka, diantara mereka Allah SWT., telah memunculkan ulama, orang-orang yang paham tentang masalah dien (agama), orang-orang yang dapat dipercaya yang berjuang siang dan malam di seluruh dunia, orang-orang yang dimana saja melihat fitnah, mereka memeranginya, dimana saja mereka melihat thaghut dan kuffar, mereka akan menyeru jihad untuk memeranginya.
Allah telah menegakkan Dien ini (Islam) melalui para Shahabat, Tabiin dan juga Tabiut Tabiin, Dia telah membentuk ummat ini dengan Ulama seperti Sofyan at Thauri, Sofyan al Uyayna, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Al Uzaa’ie, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan banyak ulama lain sesudahnya seperti Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Ibnu Taimiyah kemudian sampai kepada Imam Muhammad ibnu Abdul Wahhab dan seterusnya.
Menutut ilmu adalah fardhu, tetapi mencari ilmu ada dua jenis hukum; yang satu adalah fardhu ‘ain dan yang lainnya adalah fardhu kifayah. Ilmu yang wajib untuk dicari adalah ilmu Ad Daruri (mutlak), yaitu ilmu yang harus dicari agar dapat memenuhi kewajiban. Ilmu selainnya adalah fardhu kifayah untuk memahami atau mempelajarinya. Jihad pada saat ini adalah fardhu ‘ain, hal itu telah menjadi sesuatu yang prioritas di atas mencari ilmu yang fardhu kifayah.
Kita mempunyai pemahaman dasar dari dien, orang biasanya meminta untuk sebuah fakta-fakta masalah, tetapi dalam topik ibadah, kita harus mempelajari ‘arkaan’ (pilar) dari itu, kewajiban atas itu, fondasi, larangan, rekomendasi dan lain-lain. Biasanya jika kita ingin belajar tentang Al Mudzaaharaat (aksi/demonstrasi) kita telah mengetahui tentang pokok masalahnya, pengertiannya dan sebagainya. Itu tidak hanya sebuah masalah dari perkataan yang dibolehkan atau tidak dibolehkan. Jika kita mempelajari topik ini, kita akan menemukan istilah syariah yang sangat penting keberadaanya. Tidak ada seorangpun yang akan berselisih atau tidak setuju bahwa membantu Muslim adalah Fardhu (wajib) dan bekerja sama dengan Muslim juga Fardhu, bahwa itu adalah fardhu untuk mendukung ummat Muslim.
Al Mudzaaharah (aksi/demonstrasi) dalam bahasa arab berarati “mendukung”, Telah diriwayatkan dalam Sunan Darimi bahwa Ali ibnu Taalib Kwh., berkata,
“Aku berperang pada perang Badar dan telah mendukung/support (dhaaharah) kaum Muslimin.”
Allah menuntut kita untuk mempunyai walaa kepada orang-orang yang beriman, mendukung mereka, Allah SWT berfirman:
“Allah telah melarang kamu untuk mendekati orang-orang yang memerangi kamu karena dienmu…. Dan orang-orang yang mendukung mereka.”
Ketika kita menjelaskan tentang aksi/demontrasi, maka kita sedang berbicara tentang mendukung atau memberikan dukungan (support). Ini adalah salah satu bentuk terbaik untuk mendukung seseorang yang jauh dari kita dan kita tidak dapat menjangkau mereka. Aksi atau demontrasi adalah sebuah aktivitas untuk mendukung dien kita (islam) dimana Kuffar juga telah berdemonstrasi dan mendukung kekufuran mereka. Allah SWT berfirman:
“Orang-orang kafir telah menunjukkan kekufuran mereka.”
Kita perlu untuk memahami istilah Mudzaaharah (aksi/demonstrasi) secara detil. Imam Al Khattabi mendefenisikan istilah aksi/demonstrasi dan beliau telah memahaminya bahwa mendukung dalam demontrasi harus berhubungan dengan jihad dan medan perang. Allah SWT., berfirman:
” Jika mereka mencari pertolongan dari kamu untuk masalah dien, maka tolonglah mereka.”
Artinya, jika mereka (kaum Muslimin yang diperangi) meminta bantuan kita untuk berperang, maka kita harus berperang (membantu mereka). Aksi atau demonstrasi dilakukan untuk menguatkan moral kaum Muslimin pada saat lemah, meninggikan kembali motivasi mereka. Itu adalah sebuah bentuk dari mendukung. Itu adalah sesuatu yang mulia bukan sesuatau yang jahat. Demontrasi memotivasi kaum Muslimin dan itu membuat mereka sadar dengan keadaan saudara mereka. Demontarsi adalah sebuah bentuk menolak kejahatan, sebuah bentuk menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar).
Hal itu juga telah Rasulullah SAW., lakukan pada masanya. Maka demonstrasi bukanlah bid’ah dan hal itu (demonstrasi) juga mempunyai hujjah. Dengan demikian, siapa saja yang berbicara tentang demontrasi harus memahami realitas demontrasi.
Telah di temukan dalam kitab Al-Hulya Al-Aulia, jilid 1. Ibnu Abbas ra. meriwayatkan, sebagaiman dia telah bertanya :
“Yaa Rasulullah, apakah kita dibolehkan berjalan di atas yang haq meskipun kita mati atau tetap hidup? Beliau SAW., bersabda, “tentu saja, demi jiwaku yang berada ditanganNya, kamu harus berada pada jalan yang haq meskipun kamu akan mati atau tetap hidup” maka Ibnu Abbas berkata, “jadi mengapa kita bersembunyi? Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, kita harus keluar!” dan mereka pergi dengan barisan yang satu dipimpin Hamza dan yang lainnya dipimpin oleh Umar. Mereka pergi mengelilingi ka’bah dan Quraisy melihat Hamza dan Umar mereka begitu terkejut. Rasulullah SAW., menjuluki Umar pada hari itu dengan ‘Al Faruq’.”
Hal itu telah disebutkan dalam Al-Isaabah bahwa Muhammad ibnu Utsman ibnu Abi Syibah dari Ibnu Abbad bercerita tentang bagaimana Umar ra. masuk Islam
“Dia telah pergi bersama Hamza dalam dua barisan berserta kaum Muslimin”
Maka Rasulullah SAW., telah memberikan persetujun dan pergi bersama mereka dalam sebuah aksi/demontrasi. Maka, kenapa kini ada yang mengatakan atau berpendapat bahwa melakukan aksi atau demonstrasi untuk Islam diharamkan ?
Bahkan, Nabi Nuh as., dahulu telah menyeru orang-orang baik siang dan malam bahkan mendatangi mereka dari pintu ke pintu (untuk mengajak kepada tauhid). Ummat Islam di masa Rosul SAW., telah pergi ke Abyssinia (Ethiopia) dan mereka berdiri dengan terang-terangan di depan Rajanya pada saat itu (yang beragama Nasrani) dan Nabi SAW membolehkannya.
Bahkan kaum muslimin di masa Nabi SAW., pernah berkumpul dalam jumlah yang sangat besar dan membai’at Nabi Muhammad SAW., di bawah pohon. Dengan demikian fenomena aksi atau demonstrasi bukanlah sesuatu hal yang baru dalam Islam.
Sebagaian orang mungkin berkomentar ‘apakah manfaatnya’? Mereka seharusnya menyadari bahwa melakukan aksi/demontrasi tidak terlarang kemudian jika seseorang tidak menyukainya, dimana mereka hanya berdiam diri saja maka seharusnya dia tidak mencela orang-orang yang melakukannya. Orang-orang itu hanya menginginkan untuk menutupi ketakutan mereka, mereka tidak pernah menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar) sama sekali. Mereka dalam ketakutan dan berfikir bahwa jika dia muncul dan melakukan aksi/demonstrasi mendukung Islam, maka kemudian dia akan disebut sebagai teroris.
Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi, seorang ulama tauhid dan jihad, pengarang kitab Millah Ibrahim berpendapat bahwa aksi/demonstrasi itu dibolehkan dan terpuji bagi orang-orang yang melakukannya.
Syekh Salaman Al Audah pernah berkata tentang demonstrasi :
“Kami tidak menemukan kesalahanpun padanya, itu adalah salah satu bentuk mencegah kemunkaran… dan menunjukkan dukungan kepada Muslim.”
Sepanjang aksi/demonstrasi tersebut bebas dari semua yang haram, karena hukum asalnya dibolehkan, bahkan telah dilakukan oleh Nabi Muhamamad SAW., dan para Shahabat di Mekkah.
Syekh Ali Al-Khudri juga berkata :
“Demonstrasi adalah datang secara berkelompok yang terorganisir untuk sebuah tujuan khusus; hukum asalnya adalah boleh. Muslim dengan Muslim lainnya adalah ibarat sebuah bangunan, mereka mendukung satu sama lain, itu adalah sebuah bentuk jihad, untuk menyeru kepada jihad, menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran. Perkumpulan itu adalah sebuah demonstrasi dan itu adalah Sunnah dari Anbiyaa.”
Beliau juga menyebutkan itu bermaksud untuk membimbing pada wajib. Syekh Ali berkata dengan jelas bahwa demontarsi dibolehkan dan Syekh Salman Al Audah juga berkata demikian.
Jika kita pergi ke semua Ulama, atau orang-orang yang tidak setuju dengan hal ini, mereka akan berkata bahwa itu (aksi/demonstrasi) dilarang. Itu hanya sebagian dari Ulama Al Sa’ud (ulama pemerintahan Saudi). Orang-orang yang telah “dipesan” untuk berteriak ‘haram!’ Jika ada sebuah demontrasi melawan Al Sa’ud kemudian untuk mengatakan itu adalah halal atau bahkan jika itu dalam kemurahan hati dari Al Sa’ud.
Orang-orang yang berkata itu boleh, mereka semua ditemukan berada dalam penjara seperti Syekh Sulaiman Al Alwaan yang berkata di depan umum.
“Itu dibolehkan dengan Hujjah bahwa Imam kita, Ahmad ibnu Hanbal telah dipenjara, kemudian Ulama dan Talabul Ilmi datang keluar maka itu adalah demonstrasi yang terbesar, itu adalah perlawanan dari Hanabilah untuk membebaskannya.”
Sebagian orang yang menyukai untuk membicarakannya dari sudut manfaat dan kepentingan, maka mereka selalu berbicara dengan membawa manfaat kepada komunitas Muslim; kami bisa berkata, Allah SWT., telah berfirman,
“Jika mereka meminta bantuanmu, bantulah mereka.”
Dan Rasulullah SAW.,bersabda:
“Bantulah saudara Muslimmu (lisan, finansial, fisik) apakah dia orang yang zalim atau dizalimi.”
Maka mendukung saudara Muslim secara berkelompok, secara terbuka dan terang-terangan dibolehkan dan itulah mengapa Syekhul Islam Ibnu Taimiyah pada masanya melihat orang-orang berdemonstrasi untuk pembebasanya dari tawanan, kemudia dia menulis bahwa itu mengingatkannya tentang demonstrasi Hanabilah (untuk membebaskan Imam Ahmad).
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab dengan muridnya berdemonstrasi secara terbuka dan berkumpul bersama-sama dan kemudian mengakhirinya dengan jihad. Itu adalah salah satu bentuk jihad, sebuah bentuk untuk mengemban dakwah, sebuah bentuk dari menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran ; dan bukan bid’ah. Hal itu (aksi/demonstrasi) telah dilakukan Rasulullah SAW dan para Shahabat.
Tidak bisa dijadikan hujjah ketika kuffar melakukan itu (demonstrasi) maka menjadi haram untuk dien kita”. Tetapi itu hanyalah apa yang menjadi bagian dalam dien mereka adalah haram untuk kita lakukan. Demonstrasi yang melibatkan wanita yang tidak menutup auratnya, atau yang berlebihan, maka itu yang jelas dilarang, atau dengan menggunakan musik atau untuk alasan yang haram seperti menyeru pada resolusi PBB. Maka jelas, semua itu tidak boleh dilakukan. Sebagaimana berdemonstrasi untuk mendukung paus dan acara pemakamannya, maka itu dilarang. Juga berdemonstrasi yang terdapat menyumpah di dalamnya adalah terlarang dan sebagainya.
Aksi atau demontrasi yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), menyoroti situasi ummat Muslim di depan Kuffar, mendukung Muslim dengan nyata, maka semua itu dibolehkan.
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS At Taubah (9): 120)
Source : almuhajirun.net
Tatkala Salafi Memilih Berdemonstrasi
Selasa, 29 Maret 2011
Hidayatullah.com--“Revolusi” Mesir memang sudah berlalu, Mubarak pun sudah lengser dari jabatannya. Namun, ada pelajaran dari peristiwa tersebut.
Peristiwa “Revolusi 25 Januari” tidak hanya mengubah rezim, namun juga mengubah pandangan yang selama ini digunakan oleh komunitas Muslim yang menamai diri mereka sebagai penganut salaf alias Salafi. "Revolusi Mesir pada tanggal 25 Januari, memaksa mayoritas orang berfikir dan meninjau ulang pemahaman yang mereka miliki, yang sebelumnya pemahaman itu tidak bisa dikritik dan ditinjau ulang, lebih-lebih untuk bisa diubah," demikian, Khalid As Syafi’i, penulis buku “Ana Wahabi Fa Kana Madza?” (Saya adalah Wahabi, Memang Kenapa?), yang juga berasal dari komunitas tersebut, mengakui hal itu. (onislam.net, 8/3)
Sebab itulah, Khalid menulis otokrotik untuk komunitasnya sendiri, untuk meninjau ulang beberapa pandangan fikih yang sebelumnya digunakan, khususnya dalam masalah hubungan antara hakim(penguasa) dengan mahkum (rakyat). Masuk dalam persoalan ini hukum demontrasi, pemberontakan, serta nahi munkar terhadap penguasa.
Saat demontrasi melawan kezaliman penguasa menyebar di dunia Arab, Syeikh Abdul Aziz Alu As Syaikh selaku Mufti Saudi, yang juga menjadi rujukan dalam komunitas ini, telah mengeluarkan pernyataan dalam khutbah Juma’at (4/2) yang ditujukan kepada para pemuda di berbagai negara, bahwa demonstrasi bisa menyebabkan timbulnya fitnah dan kesesatan.
Ia juga menyatakan pandangan dalam masalah fikih bahwa demontrasi tidak disyariatkan. Mufti juga menyeru agar para pemuda menjauh aktivitas ini.
Namun, pendapat mufti Saudi di atas, tidak sepenuhnya didukung oleh Salafi Mesir. Komunitas Salafi Kairo lebih memilih turun ke jalan bergabung dengan demonstran lain di lapangan Tahrir. Para tokoh komunitas ini seperti Syeikh Muhammad Abdul Maqsud, Syeikh Nasy’ad Ahmad, Syeikh Fauzi Sa’id, beserta ratusan muridnya ikut bergabung dengan demonstran sepanjang revolusi, hingga Husni Mubarak lengser pada tanggal 11 Februari 201.
Syeikh Muhammad Hasan yang juga ditokohkan dalam komunitas ini, mengaku di kanal Ar Arabiya, bahwa ia bergabung dengan demonstran di lapangan Tahrir bersama anak-anaknya. Muhammad Hasan juga muncul di kanal Al Mahwar pascatragedi “Rabu Berdarah”, dan menyatakan terang-terangan bahwa pemerintah sudah kehilangan legitimasi.
Ia juga menyatakan bahwa penggunaan kekerasan oleh aparat terhadap demonstran adalah hal yang dilarang syari’at, sebagaimana dinukil onislam.net (26/3)
Sedangkan Syeikh Muhammad Abdil Maqsud dalam sebuah khutbah Jumat juga mengajak jama’ah untuk bergabung dalam revolusi yang ia sebut sebagai revolusi yang diberkahi itu, demikian disebutkan onislam.net (26/3)
Namun, Salafi Iskandariyah berbeda dengan Salafi Kairo. Pada tanggal 8 Februari 2011 mereka mengadakan muktamar untuk menyikapi revolusi Mesir. Hasilnya, mereka akhirnya menyuarakan tuntutan secara terang-terangan kepada pemerintah agar diakhirinya UU Darurat dan dilakukan pembebasan tahanan yang ditangkap tanpa alasan.
Mereka juga menuntut agar penguasaan partai pemerintah Hizb Al Wathani terhadap media diakhiri Di samping itu mereka meminta pengaktifan UU pasal 2, yang menyebutkan bahwa syari’at merupakan sumber hukum, dalam perundang-undangan Mesir.
Mereka memilih tidak bergabung dengan demonstran, karena alasan ikhtilath dan agar rakyat tidak dinilai sebagai radikal, dengan bergabungnya mereka dalam demontrasi. Hal ini dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Farid, salah satu tokoh Salafi di wilayah pesisir tersebut, sebagaimana disebutkan dalam koran As Syuruq, seperti dinukil oleh Al Mafkarat (6/3).
Namun, bukan berarti demontrasi dilarang mutlak, jika perkara yang dilarang, menurut mereka, seperti ikhtilath tidak terjadi. Sehingga Syeikh Ahmad Farid sendiri menyeru turun ke jalan untuk menuntut agar UU pasal 2 tidak diutak-atik, padahal sebelumnya komunitas sangat antipati terhadap demonstrasi.
Untuk hal ini, Syeikh Ahmad Farid menjelaskan,”Fatwa bisa berubah, sesuai dengan tampat dan waktu. Wasilah untuk mengungkapkan pendapat sekarang sudah jelas, yakni demonstrasi. Undang-Undang memperbolehkan untuk melakukannya. Hal ini bukan termasuk keluar dari hakim.” Sebagaimana dilansir Al Mafkarat (6/3)
Walau tidak setuju dengan demontrasi yang saat itu berlangsung, karena disertai perkara yang menurut mereka dilarang, namun komunitas ini toleran kepada mereka yang memilih turun ke jalan. Dr. Yasir Burhami yang juga ditokohkan dalam komunitas ini menyatakan dalam kanal Al Majdi, bahwa pendapatnya yang tidak mendukung demonstrasi adalah perkara yang benar, tapi memungkinkan untuk salah, demikian juga pendapat tokoh lain yang mendukung demonstrasi. Salah tapi memungkinkan benar. Sebab itu, ia membolehkan penilaian mereka yang wafat dalam peristiwa revolusi sebagai syuhada, sesuai dengan niat mereka, demikian disebutkan taseel.com, (21/3)
Mereka yang Tidak Setuju
Namun, tidak semua anggota komunitas ini menyetujui demonstrasi dan menasehati penguasa secara terang-terangan seperti yang dilakukan oleh para tokoh, baik dari Kairo maupun Iskandariyah. Di antara mereka adalah Syeikh Musthafa Al Adawi, Syeikh Mahmud Al Mishri, serta Syeikh Muhammad Husein Ya’kub. Mahmud Al Mishri sendiri sempat menyeru para demonstran untuk meninggalkan lapangan Tahrir.
Sedangkan tokoh yang belum menunjukkan sikap pro atau kontra adalah Syeikh Abu Ishaq Al Huwayyini. Di samping tidak muncul lagi di televisi, telefonnya juga tidak aktif. Sehingga, sampai saat ini belum dikatahui sikapnya mengenai revolusi Mesir, sebagaimana disebutkan taseel.com (21/3)
Walhasil, peristiwa “revolusi Mesir” di samping menjelaskan “peta” komunitas Salafi dalam merespon revolusi, juga menjelaskan adanya perubahan pendapat dalam masalah hubungan rakyat dan penguasa. Kini terlihat, para tokoh Salafi ada yang memandang bahwa demontrasi dan mengkritik pemerintah terang-terangan dibolehkan, tentunya dengan syarat-syaratnya.*
Foto: Syeikh Muhammad Hasan (baju putih) dan Syeikh Ahmad Farid
Rep: Thoriq
Red: Cholis Akbar
No comments:
Post a Comment